pojok

Senin, 05 April 2010

"Pusaka Pijakan.."

Tadi malam, manusia bernama “dia” melayang terbang dalam gempita hening malam. Hatinya menggigil. Seperti keparatnya mengenang sesuatu yang telah hilang. Tentang kenangan, tentang lingkungan, tentang keadaan yang telah hilang.

Pedih, lagi perih. Bukan karena beberapa jam lalu Persib dikadali Persela 1-0, atau karena lantunan lagu-lagu lawas DEWA 19 yang kian mengiris ulu rasa lewat telinga di ini kamar tua.

Siang kemarin, tengah hari di awal minggu Bulan april ini tergerai indah. Tanpa mega kelabu, maupun tangisan siang. Di siang ini, tak sengaja Tuhan menyodorkannya momentum luar biasa sebagai penebus masa tolol kefanatikan buta atas gendernya beberapa tahun silam, di tempatnya bertemu alif dan iya, di ma’had Baitul Arqom. Momen kali ini, terjadi dalam acara walimatul ursy wali kelasnya di Arqom dulu. Acara ini tentu dihadiri mereka, para ex-muridnya meski pengistilahan ex-murid ini bercokol di ketaklayakan dalam skala norma. Apa yang istilahnya lebih baik? Alumni-kah?? ..

Ya, ini tentang Arqom. Lebih tepatnya, tentang mar’ah arqom.lamunannya berputar mengelilingi tonggak penyesalan si pemikul laku diam, yang merengeki tangan jibril tanpa laku nyata. Ia terlalu penakut. Berharap sedikit keajaiban untuk menebus bodohnya dengan diam. Seolah tak mau mnyandang udang dibalik kerang. Meski dia mmng tak sepatut udang.. Padahal, apa yg dimalui?.. Seperti menggelindingnya bola salju, kemelut ini berbelit makin rumit.

Siapa sangka, ujung-ujungnya tersumbat juga di muara rasa “yang betapa ia nafikan sendiri sedari pertama”. __Cinta Monyet!..__. Atau apalaah, istilahnya yang benar.

Mmmhh… ini tentang kisah tiusman dan Delima yang kembali penulis temui di rak tua milik memoricard hipotalamusnya . bukunya using berdebu, kini. Tapi selayak fosil, makin lalu makin sacral maknanya. Makin menyenangkan di sanjung ingatan. Menyenangkan, tapi membunuh senang.

Meski miris, mulai hari ini kubuka Blog ini dengan penceritaan sebagai “dia”, si pemikul laku diam, dan Delima penguasa aura yg sedikit melangit. Tp itu aura, bukan rona. Mengenai blog ini sendiri, tak ada tujuan khusus.. sekedar melatih jemariku beretorika pena dalam dimensi maya. Kali ini bukan tentang beberapa pemikiranku tentang dunia, melainkan tentang cerita perkisahan. Tentang perkisahan Tiusman dan Delima. ..

Sebenarnya…

Seperti pejuang mati dipotong belanda, si “dia” ini lagi binasa oleh rasa..

Apa Blog ini sebagai pelampisannya bertutur jiwa?..

Hahaaay,,,

… menyedihkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar