..
Hari ini hamba terbunuh... seperti hampa jasad, hilang makna.
Karna dusta juga yg di usung hamba. Lebih pilu daripada si pecundang mati dipotong Belanda..
.......
Qalbii yahinnuha syauqan..
........
Kalender terpatung di kamar berwarna merah. Ku habisi saja ia dibalik dekapan bedcover usai qunut. Terlelap selesai sujud.
_______________________________
Indah....
Mimpi bertingkah dusta menjadi nyata. Biasan terjaga seakan nyata. Settingan mimpi sang sutradara selalu terasa nyaris nyata di dasar sadar. Nalar tak kuasa menjangkau perbedaan Tasik dan Bandung. Tak bisa sekedar bertanya, mengapa tiba-tiba keberadaannya ada di tasik?..
Ini...
Miftahul Anwar ketika perayaan maulid. Apa ini sudah tanggal 25 Maret?? akh.. tak bisa berfikir sedikitpun.. . Karena yang jadi tumpuan hanya meriahnya perayaan. Suka cita mereka para pecinta nabinya.
Tiba-tiba seperti ada yang melempar muka ku ke arah kanan. Tertuju ke sebuah panggung kecil sederhana puncak decak gemuruh pesona. Sentrapandang ratusan manusia di sana...
...Ada gemercik rebana. Tapi buram ditangkap mata. Terlalu silau. Lagi jauhnya seperti gemintang. Hanya sayup gempita rebana, yang betapa tak asing di telinga hamba. ____Tiba-tiba jantung berdentuman seperti hentakan tapal di arena pacuan kuda. Keringat dingin yg berdesir ria seperti derasnya niagara___ Karena bayu membaur sayu lantunan merdu yg betapa lama ia rindu. Suara itu terlalu akrab...
"Inii, suara..
....
ZUWIE??.. "
Tak peduli sesak penat punya siapa, hanya berlari yang ku punya. Mencoba menghampiri dekati dia, … yang entah kenapa bisa ada.. begitu mustahil, tapi nyata ia ada !!!
kesemuanya ini semakin bercampur hingga berperang. Pertempuran emosi. Meski tak tau emosi yang mana.. terlalu rumitt.
Sigap sekali ku dapati sudut kanan panggung berjuta pesona ini. __"Benarr sajja!!.. itu zuwie..!!.. "
Yang berdiri bershalawat bersama merpati di samping dawai biru. Perempuan berlesung pipit terbalut sutra telaga irama adalah ronanya. Lalu kali ini kulihat tirai sipu dalam mata seorang hawa. Seperti purnama bersemahyam di hatinya. Senyumnya teduh selayak embun bersimpuh suka di ubun hamba.
"Benar!!.. ia zuwi!!.. ia si perempuan yang sempat ku sanjung embun di senja sahara. Ia si perempuan sulung di tempat hamba bertemu pengertian lain tentang alif dan iya'. Ia si perempuan tersenyum pada hamba si tua ruksak muka faqir punya. Ia si perempuan yang menakutkan hamba tak bisa meng-anggunkannya sebagai perempuan, meski berjuta keanggunan ia punya. Ia si perempuan penanti manusia pecundang yang terlalu malu kepada ayah perempuan ini. ..Malu kepada tempat bernaung perempuan ini. ..Malu kepada ke-terlalu-anggunan perempuan ini. Ia si perempuan yang entah kenapa terus teduh tersenyum. Seperti embun.
.........
Rebana terhenti. Sang embun berlantun pulang. Sebelum turun, ia kembali terlihat tersenyum. Tersenyum teduh pada pecundang yang kian meledak. Seperti sejuta parang menghunus jantung menghujam bumi. Hamba tersentak berlari mencari jalan ia turuni tangga singgasana pesona. Tapi...
tak ada.
ia... hilang...
lalu semakin gelapp..
gelapp..
kemudian terang neon kamar yang kudapat.
_______________________________
Uuukkkhh!!!... Hamba terjaga!.. bangun dari lelap yang sama sekali kubenci. Betapa menjulang penyesalan atas mimpi yang tak nyata??
pertempuran tak berhenti malah semakin menjadi.
Berkecamuk antara akal sehat dan emosi. Urrrgh...
segera ingin kubanting penyangga langit!.. kemudian luluhlantakan dynasti alam!!..
"kenapa “nyata” malah biarkan lagi embunku kembali sandang nama hilang??.. apa tak bisa biarkan ia tau betapa ia ku sayangi?....."
Antiklimaks perkisahan ini berisi kekosongan. Kosong yang berisi helaan panjang. Di hadapan-Nya, sejenak hamba bermuka sang gila. Yang nyaris kafir karena faqir yakinnya. Akhirnya, perang emosi berakhir dgn kekalahan si hamba dgn jiwa remuk yang kian terpuruk.
Gila, mungkin menangisi mimpi sesaat. Semua akibat si akal hilang sembunyi... tapi ternyata terjadi juga.. ternyata menangis juga..
__dasar lemah!!..
hari ini mati.. siapa sangka butuh jutaan jam untuk sekedar bangkit??.. berkedok seolah muka, tak ada apa-apa..
susah!.. terlalu perih..
bodoh..!! jika benar aku sayangi dia, kenapa malah menambah bebannya?? dasar pendosa!
Allhohumma la tahrimni ajroha, walaa taftinni ba'daha,, waghfirli walaha..
Ila ruhati Nur Heliana Zulfiah
Al-Faatihah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar